Sabtu, 25 Oktober 2008

RENUNGAN

MENJADI RAJA ATAS DIRI SENDIRI


Konon ceritanya, ada sayembara pemilihan raja. Raja yang bijaksana itu telah tua dan tidak memiliki keturunan. Maka berdatanganlah orang-orang muda yang tampan dan gagah perkasa mencoba sayembara tersebut, bahkan dari berbagai penjuru dunia (siapa sih yang gak kepingin jadi raja). Kemudian bla.. bla.. bla… sayembara diadakan terpilihlah Pangeran calon pengganti raja.

Tidak memerlukan pemahaman yang baik mengapa orang tertarik untuk menjadi raja (baca: pemimpin). Bahkan seringkali kita temui gaya bos. Sok mengatur, Sok tahu dan …

Namum pahamkah kita raja sejati itu yang kayak apa? bisakah kita merajai diri kita, indra kita, nafsu kita, emosi kita. atau malah sebaliknya. Kita menjadi soh tahu, sok mengatur, padahal sebenarnya kita menjadi budak dari keinginan-keinginan kita, panca indra kita.

Baik kalau kita menyadari bahwa manjadi raja atas diri sendiri lebih berguna dari pada berlomba-lomba ingin menjadi raja (baca: pemimpin), namun pada dasarnya tidak becus. Karena… kita sendiri masih menjadi budak atas nafsu-nafsu kita.

APA YANG BISA KITA LAKUKAN DALAM 5 MENIT?

Bunga menerima hadiah ulang tahun dari sahabatnya Budiman. Ia berkata pada dirinya; sebaiknya langsung mengirim sepotong surat pendek untuk mengucapkan terima kasih. Ah tapi begitu pendek dan dingin. Biar aku tulis yang agak panjang dan menyentuh, tapi aku sedang tidak mood dan tak ada waktu, lain kali sajalah, Dua minggu berlalu, belum juga surat itu dikirim, tapi tak mengapa nanti akan kukirim surat sebanyak dua halaman. Dua minggu lagi berlalu, Bunga mulai kesal sendiri, malu dan takut sambil membayangkan apa yang dipikirkan Budiman. Biarlah nanti aku buat beberapa halaman sekaligus. Dua bulan berlalu dan saat ini dia harus mempersiapkan ujian, sehingga rencana menulis surat itu tertunda lagi. hingga akhirnya surat itu tidak pernah tertulis.

Apa yang akan dirasakan Bunga ketika bertemu dengan Budiman, sahabatnya? Pernahkah kita menunda-nunda perbuatan baik (baca: berdoa) dengan alasan klasik. Tidakkah 5 menit sehari lebih baik dari pada 1 jam sebulan sekali, atau 1 malam setahun. Bagaimana kalau besok kita di panggil dan bertemu dengan-Nya? Mengapa kita tahan berjam-jam dihadapan TV, tetapi tidak tahan 5 menit dihadapan-Nya. Belajar membayangkan resiko yang akan dihadapi dari penundaan lebih baik ketimbang mencari-cari alasan. Sedikit tapi sering lebih bijak dari... gunakan 5 menit waktumu…!!

2 komentar: